Stasiun Radio Belanda

Bendera Republik Batavia

Akibat Revolusi Batavia di Belanda pada dekade terakhir abad ke-18, dan kemudian ditaklukkan oleh Prancis, Prinsenvlag dilarang digunakan dan triwarna merah-putih-biru Statenvlag adalah satu-satunya bendera yang diizinkan, analog dengan itu adalah triwarna bendera Prancis sendiri yang telah dipilih beberapa bulan sebelumnya (yang ironisnya dipengaruhi oleh Statenvlag itu sendiri).[19] Pada tahun 1796, bagian merah bendera dihiasi dengan sosok seorang gadis Belanda, dengan singa di kakinya di sudut kiri atas. Di satu sisi dia membawa perisai dengan fases Romawi, dan di sisi lain tombak bermahkotakan topi kebebasan. Umur bendera ini sesingkat umur Republik Batavia berdiri. Louis Bonaparte, yang diangkat menjadi penguasa Kerajaan Hollandia oleh saudara laki-lakinya, Kaisar Napoleon, ingin mengejar kebijakan murni Belanda dan menghormati sentimen nasional sebanyak mungkin.[20] Dia menghapus gambar gadis dari bendera dan mengembalikan triwarna yang lama. Namun, kebijakan pro-Belanda ini menyebabkan konflik dengan saudaranya, dan Belanda dimasukkan ke dalam Kekaisaran Prancis. Pada tahun 1810, bendera ini diganti dengan lambang kekaisaran.

Pada tahun 1813, Belanda memperoleh kembali kemerdekaannya dan Pangeran Oranye kembali dari pengasingannya, dan surat kabar kontemporer melaporkan bahwa bendera merah-putih-biru dikibarkan dihiasi dengan Pennon/panji oranye dan bendera oranye berwarna solid dipajang di banyak tempat di negara Belanda sebagai tanda kesetiaan rakyat kepada Wangsa Oranye.[13]

Tepat sebelum pecahnya Perang Dunia II, bendera Prinsenvlag kembali muncul. Beberapa orang meyakini bahwa oranye, putih, dan biru adalah warna bendera Belanda yang sebenarnya, khususnya anggota Gerakan Nasional Sosialis di Belanda.[5] Untuk mengakhiri perdebatan, pihak kerajaan mengeluarkan pernyataan: "Warna bendera Kerajaan Belanda adalah merah, putih dan biru" (bahasa Belanda: De kleuren van de vlag van het Koninkrijk der Nederlanden zijn rood, wit en blauw).[21] Ini menjadi dekret terpendek dalam sejarah, dan dideklarasikan oleh Ratu Wilhelmina pada 19 Februari 1937.[22][23]

Baru pada tanggal 16 Agustus 1949, rincian warna bendera ditetapkan oleh Kementerian Angkatan Laut[6] sebagai merah merona cerah (merah), putih, dan biru kobalt. Panji biasanya ditambahkan pada Hari Raja (Belanda: Koningsdag, 27 April) atau acara besar lainnya yang berkaitan dengan keluarga Kerajaan.

Bendera-bendera bekas koloni Kerajaan Belanda

Bendera-bendera di Kerajaan Belanda

Bendera nasional Aruba secara resmi diadopsi pada 18 Maret 1976. Warna biru melambangkan langit, laut, kedamaian, harapan, masa depan Aruba, dan hubungannya dengan masa lalu. Dua garis menunjukkan "gerakan menuju status aparte". Satu mewakili "mengalirnya wisatawan ke Aruba yang bermandikan sinar matahari, memperkaya pulau serta para wisatawan", yang lainnya mewakili "industri, semua mineral (emas dan fosfat di masa lalu, minyak bumi di awal abad ke-20)". Selain matahari, emas, dan kelimpahan, warna kuning juga dikatakan mewakili bunga wanglo. Bintang memiliki makna yang sangat kompleks. Bintang empat sudut mewakili empat arah mata angin. Ini juga merujuk pada banyak bangsa asal orang-orang Aruba. Bintang juga mewakili empat bahasa utama Aruba: Papiamento, Spanyol, Inggris, dan Belanda. Bintang juga melambangkan pulau itu sendiri: daratan berupa tanah merah yang dibatasi oleh pantai putih di laut biru. Merah juga melambangkan darah yang ditumpahkan oleh suku Aruba selama perang, melewati penduduk India, cinta patriotik, dan kayu Brasil. Warna putih juga melambangkan kesucian dan kejujuran.

Bendera Curaçao berupa bidang biru dengan garis kuning horizontal dan dua bintang putih berujung lima di kanton bendera. Warna biru melambangkan laut dan langit (masing-masing bagian biru bawah dan atas) dibagi dengan guratan kuning yang melambangkan matahari cerah yang memandikan pulau. Kedua bintang tersebut mewakili Curaçao dan Klein Curaçao, tetapi juga "Cinta & Kebahagiaan". Lima titik pada setiap bintang melambangkan lima benua tempat asal orang-orang Curaçao.

Bendera Sint Maarten adalah bendera nasional pulau Saint Martin bagian Belanda, yang merupakan sebuah negara di dalam Kerajaan Belanda. Bendera Sint Maarten terdiri dari segitiga putih yang terletak di sisi kerekan yang diisi dengan lambang negara konstituen tersebut, bersama dengan dua pita horizontal berwarna merah dan biru. Bendera Sint Maarten diadopsi pada 13 Juni 1985. Bendera Sint Maarten menyerupai bendera Filipina.

Di dalam bendera Antillen Belanda terdapat lima bintang yang melambangkan lima pulau yang membentuk Antillen Belanda. Sedangkan warna merah, putih dan biru mengacu pada bendera Belanda. Versi bintang enam digunakan hingga tahun 1986 ketika Aruba menjadi negara sendiri di dalam Kerajaan Belanda. Versi asli ini diadopsi pada 19 November 1959. Bendera ini tidak digunakan lagi ketika Antillen Belanda dibubarkan pada 10 Oktober 2010. Pulau Sint Maarten dan Curaçao memperoleh status sebagai negara terpisah di dalam Kerajaan Belanda, sementara pulau Bonaire, Sint Eustatius, dan Saba sekarang menjadi teritori seberang laut Belanda.

Bendera Suriname sebelum kemerdekaan terdiri dari lima bintang berwarna (dari kiri atas searah jarum jam: putih, hitam, coklat, kuning, dan merah) yang dihubungkan oleh elips. Bintang-bintang berwarna ini mewakili kelompok etnis utama yang terdiri dari penduduk Suriname: orang Amerindian asli, orang Eropa yang menjajah, orang Afrika yang dibawa sebagai budak untuk bekerja di perkebunan, serta orang India, Tionghoa, dan Jawa yang datang sebagai pekerja kontrak untuk menggantikan orang Afrika yang melarikan diri dari perbudakan dan menetap di pedalaman. Elips mewakili hubungan yang harmonis di antara kelompok-kelompok tersebut.

Welcome to Wild Coast Radio. You will find us on Audio Streaming, simply click on the "LISTEN LIVE" button, you will be taken to the online player. Do feel free to continue browsing with Wild Coast Radio in the background.

Jazz Traffic Festival Suara Surabaya, Selalu Ada Konsep Yang Beda di Setiap Tahunnya

Bertempat di Excotel Design Hotel, Jalan A.Yani Surabaya, panitia Jazz Traffic Festival Suara Surabaya menyelenggarakan konferensi pers pada Jumat (13/9/2024) siang.

Gelaran Jazz Traffic Festival di edisi tahun ini akan digelar dua hari, Sabtu-Minggu (14-15/9/2024), di Grand City Surabaya, dengan tema "Feel The Culture, Create The Memories".

Dijelaskan Verry Firmansyah, CEO Suara Surabaya, Jazz Traffic Festival  sudah digelar yang ke-11 kalinya oleh Suara Surabaya Media.

"Sejak radio Suara Surabaya berdiri di tahun 1983, dan di tahun 2011 adalah awal Jazz Traffic sendiri sebagai program musik yang secara diselenggarakan secara off air. Konsisten diselenggarakan setiap tahun, hanya di tahun 2019 sempat terhenti karena Covid-19. Dan di tahun 2022 kita selenggarakan kembali sampai 2024 ini," tutur Verry dalam sambutannya.

Mengenai tema "Feel The Culture, Create The Memories", Verry mengungkapkan bahwa gelaran Jazz Traffic adalah salah satu festival musik yang rutin digelar, sehingga sudah identik dengan semacam festival budaya khas Kota Surabaya.

"Jadi kalau ingin tahu budaya festival musik di Surabaya itu ya Jazz Traffic, yang di dalamnya ada musik jazz dan genre-genre lain,” katanya.

Sementara itu, supaya Jazz Traffic Festival yang dikreasikan di tahun ini menimbulkan kesan "memorable", Irma Widya, ketua panitia menambahkan, perhelatan Jazz Traffic Festival kali ini dirancang untuk memberi kenyamanan bagi semua kalangan termasuk keluarga, dengan menyediakan fasilitas seperti area kuliner, booth sponsor, merchandise, dan ruangan indoor yang sejuk.

“Jazz Traffic Festival diharapkan menjadi jujugan masyarakat yang ingin mengetahui budaya festival musik (yang tak terlupakan) di Kota Surabaya,” ucap Irma.

Sesuatu yang berbeda yang dihadirkan adalah hal yang wajib ada di setiap tahun festival musik Jazz Traffic Suara Surabaya. Selain musisi-musisi kontributornya yang selalu variatif, di tahun 2024 ini panitia juga merancang adanya 4 stage atau panggung di Jazz Traffic Festival 2024 dengan menampilkan konsep menarik untuk dipilih pengunjung.

Antara lain MLDSpot Stage untuk di lokasi outdoor, BRImo Stage berada di Exhibition Hall, dan Freeport Indonesia Stage digelar di Convention Hall. Sedangkan Bus Stage difungsikan sebagai area food and beverage (F&B) bagi pengunjung yang ingin makan dan minum sembari menikmati hiburan dengan suasana yang berbeda. Di seputaran arena pertunjukan, panitia juga akan menyediakan layar-layar LED teknologi terbaru yang akan terus di-running untuk pengunjung, mulai awal hingga selesainya festival.

Choice funk from Mandingo, Burton Inc., George Duke and Mr. K (Danny Krivit's cut & paste classic "Rock The House"). Static serves up frenetic beats for the b-boys including DOC's "Lend Me An Ear" (how many classic breaks can you name?), plus brand new Slum Village, Frank N Dank and Jedi Mind Tricks.

DJs & GUESTS Professor Groove, DJ Static, Nesha / RECORDED September 29, 2006 / PLAYLIST MARKING carls & madssj / HOSTING daduke, Mike, Oliver & PJ. You can help too!

Turn on Javascript to use the in-page player!

honey & the bees - baby, do that thing

winfield parker - shake that thing

talk (over 4th coming - the dead don't die alive)

presto feat. lowd & d.j. haul - breath control

7l & esoteric feat. kool keith - daisycutta

crooklyn clan & d.j. kool - here we go now (davey dex remix)

d.j. chuck chillout & kool chip - i'm large

lyn collins - think (about it) (edit)

dee felice trio - there was a time

ambassadors - music (makes you wanna dance)

burton inc. - l.a. will make you pay

jedi mind tricks feat. ill bill - heavy metal kings

eulorhythmics - message to the young black male

mr. lif - brothaz (9th wonder remix)

mandingo - the headhunter

badder than evil - tell that man to go to hell

mr. k. - rock the house, pt. 1

smif-n-wessun - sound bwoy bureill

buckshot - i ain't no joke

eric b. & rakim - i ain't no joke

k.r.s.-one - hip hop vs rap

talk (over yaggfu front - left field instrumental)

Archive   « Show 442Show 440 »

Stasiun Manggarai (MRI) adalah stasiun kereta api kelas besar tipe A yang terletak di Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan; pada ketinggian +13 meter; termasuk dalam Daerah Operasi I Jakarta. Stasiun ini merupakan stasiun kereta api terluas ketiga di DKI Jakarta dengan luas ±2,47 ha (6,1 ekar).

Stasiun ini melayani kereta api bandara dan komuter Commuter Line menghubungkan berbagai penjuru wilayah Jabodetabek. Letak stasiun berada di persimpangan tujuh: ke Jatinegara, Jakarta Kota, Tanah Abang, Bogor, Depo KRL Bukit Duri, Pengawas Urusan Kereta, dan Balai Yasa Manggarai.

Stasiun ini pernah memiliki lorong bawah tanah, seperti di Stasiun Pasar Senen, supaya memudahkan penumpang untuk berpindah antarperon.[6] Akan tetapi, lorong bawah tanah di stasiun ini kini telah ditutup seiring dengan proyek pembangunan stasiun yang saat ini tengah berlangsung. Saat ini, tidak ada kereta api jarak jauh yang berhenti di stasiun ini, kecuali jika terjadi penyusulan dan antrean antarkereta api.

Wilayah Manggarai sudah dikenal sejak abad ke-17, merupakan tempat tinggal dan pasar budak asal Manggarai, Flores yang kemudian berkembang menjadi Gementee Meester Cornelis. Meskipun jalur Batavia—Buitenzorg dibangun oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) pada tahun 1873, Stasiun Manggarai dibangun pada tahun 1914 dan selesai pada 1 Mei 1918.[7]

Sejak dibangun, tidak ada perubahan yang mencolok pada bangunan stasiun ini. Pada saat diresmikan, bangunan ini sebenarnya belum selesai secara keseluruhan—atap besi tidak dapat didatangkan karena terjadi Perang Dunia I. Sejak 1913, Staatsspoor en Tramwegen (SS) menguasai seluruh jalur KA di Batavia dan Meester Cornelis, kemudian menata ulang jalur KA di kedua kotapraja tersebut, antara lain membongkar Stasiun Bukit Duri eks-NIS (depo KRL saat ini) dan membangun stasiun baru di Manggarai. Pembangunan dipimpin oleh arsitek Belanda, Ir. J. van Gendt, yang juga merancang bangunan sekolah pendidikan perkeretaapian dan rumah-rumah dinas pegawai di sekitar kawasan stasiun.[7]

Stasiun ini menjadi saksi perjuangan bangsa Indonesia, yakni pada 3 Januari 1946, ketika kereta luar biasa (KLB) mengangkut rombongan Presiden Soekarno ke Kota Yogyakarta. Berbagai persiapan yang bersifat rahasia dilakukan. Deretan gerbong barang diletakkan di jalur 1. Sekitar pukul tujuh malam, KLB melintas dengan sangat perlahan dari arah Pegangsaan melalui jalur 4.[7]

Pada 12 Agustus 2016, PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) bersama komunitas pecinta KRL Commuter Line menyelenggarakan diskusi mengenai rencana pengembangan Stasiun Manggarai. Untuk menjawab keluhan antrean penumpang KCI yang terus meningkat setiap tahunnya, penyelesaian jalur dwiganda Cikarang—Manggarai dikebut. Selain itu, stasiun ini akan dibuat bertingkat yang dapat mengakomodasi kereta api jarak jauh dan KRL Commuter Line dengan jalur masing-masing. Stasiun ini diharapkan akan menjadi stasiun pusat bagi KRL Commuter Line dan juga terminus untuk KRL Bandara Soekarno-Hatta.[8]

Terkait dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Perkeretaapian mulai melakukan renovasi stasiun ini pada tahun 2017 dengan menambahkan bangunan baru dengan arsitektur modern minimalis futuristik menjadi sebanyak tiga lantai—lantai 1 stasiun merupakan emplasemen KRL Commuter Line dan KRL bandara, lantai 2 merupakan tempat penyediaan fasilitas penumpang dan kios (area komersial), dan lantai 3 digunakan untuk pemberhentian KRL Commuter Line dan juga kereta api jarak jauh.[9][10] Bangunan lama stasiun ini yang merupakan peninggalan Staatsspoorwegen, tetap dipertahankan karena berstatus sebagai cagar budaya. Dengan selesainya proyek Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral ini, direncanakan semua kereta api antarkota lintas utara, tengah, dan barat Jawa di Stasiun Gambir akan dipindahkan ke Stasiun Manggarai pada tahun 2025. Meskipun demikian, Stasiun Pasar Senen tidak mengalami dampak dari perpindahan layanan KA antarkota ke Manggarai terutama bagi kelas campuran dan ekonomi. Namun tantangan harus dihadapi bagi Direktorat Jenderal Perkeretaapian maupun PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai operator dari stasiun sentral Manggarai yang direncanakan seperti pembebasan lahan yang luas untuk membangun akses yang memadai serta kepadatan penumpang yang tidak dihindari terutama stasiun pertukaran lin KAI Commuter yang hendak bertukar menuju tujuan selanjutnya.[11][12][13]

Untuk mengakomodasi pelayanan KRL Bandara Railink (kini bernama Commuter Line Basoetta), perjalanan yang semula hanya melayani rute Sudirman Baru/BNI City—Bandara Soekarno-Hatta diperpanjang menjadi Manggarai—Bandara Soekarno-Hatta—sebelumnya sempat diperpanjang menjadi Bekasi—Bandara Soekarno-Hatta selama beberapa bulan. Akses menuju layanan KA Bandara dari sisi timur pun stasiun pun dipermudah dengan enerapansistem tarif khusus.[a] Dengan selesainya bangunan KA Bandara, Stasiun Manggarai sudah resmi melayani penumpang KRL Bandara tersebut sejak 5 Oktober 2019.[14]

Sebagai inovasi dalam mengoptimalkan asetnya, KAI menawarkan program hak penamaan ekslusif. Program ini dijalankan kembali setelah terakhir dilaksanakan pada Stasiun BNI City pada 2018 dan Stasiun Metland Telagamurni pada 2019. Melalui program ini, jenama dari mitra yang menjalin kontrak dapat diterapkan pada berbagai aspek media KAI meliputi papan petunjuk (signage, wayfinding), peta jalur, hingga pengumuman di stasiun maupun di dalam kereta.[15]

KAI menargetkan program hak penamaan stasiun fase 1 dapat selesai tahun ini. Oleh karena itu pada 20 September 2022, KAI melaksanakan Exclusive Meeting Gathering bagi para calon mitra di Hotel Mulia, Jakarta. Untuk fase 1 ini, hak penamaan ditawarkan bagi Stasiun Manggarai serta beberapa stasiun lain di Jakarta antara lain Stasiun Pasar Senen, Stasiun Jatinegara, Stasiun Tanah Abang, Stasiun Tebet, Stasiun Cikini, Stasiun Sudirman, Stasiun Juanda, Stasiun Gondangdia, dan Stasiun Palmerah.[16]

Bersebelahan dengan depo dan bangunan stasiun terdapat Balai Yasa Manggarai, yang merupakan bengkel untuk melakukan perawatan rutin dan reparasi kereta penumpang. Tidak jauh di selatan stasiun ini terletak depo KRL Bukit Duri, tempat penyimpanan dan perawatan harian aneka kereta rel listrik. Pada awalnya, depo ini juga menyimpan lokomotif diesel, tetapi semuanya dipindahkan ke depo di Cipinang dan Tanah Abang.

Stasiun Manggarai awalnya hanya dapat diakses melalui bangunan cagar budaya di sisi timur Stasiun dan tidak ada akses menuju perkampungan di Jalan Dr. Saharjo dan Halte Transjakarta Manggarai selain berjalan sejauh 500 meter melalui Terowongan Manggarai. Bahkan masyarakat setempat sempat membuatkan tangga darurat dari kayu untuk memudahkan akses penumpang menuju ke sisi barat stasiun dengan memungut sejumlah uang, meskipun tetap harus melalui tanjakan dan turunan yang curam.[17]

Sebelumnya, Stasiun Manggarai memiliki sembilan jalur kereta api yang digunakan untuk pemberhentian KRL ditambah masing-masing satu jalur untuk langsiran menuju Pengawas Urusan Kereta, Depo Bukit Duri, maupun ke Balai Yasa Manggarai. Jalur 1 dan 2 digunakan untuk pemberhentian Lin Cikarang. Jalur 3 dan 4 digunakan sebagai sepur lurus untuk kereta api jarak jauh serta untuk pemberhentian Lin Cikarang. Jalur 5-7 digunakan untuk pemberhentian Lin Sentral (Lin Bogor). Jalur 8 dan 9 digunakan untuk pemberhentian KRL Bandara Soekarno Hatta.

Per 25 September 2021, pengembangan tahap pertama stasiun ini sudah selesai dikerjakan. Pengembangan tersebut berupa bangunan baru bertingkat yang dibangun di atas emplasemen sisi barat stasiun beserta jalur atas yang terdiri dari empat jalur kereta api sehingga jumlah jalur stasiun bertambah menjadi tiga belas jalur. Bersamaan dengan itu, layanan Lin Sentral diubah namanya menjadi Lin Bogor serta jalurnya dipindahkan melalui jalur atas Stasiun Manggarai yang diberi nomor jalur 10 sampai 13. Jalur 10 dan 11 berturut-turut merupakan sepur belok dan sepur lurus pemberhentian KRL tersebut untuk arah Jakarta Kota, sedangkan jalur 12 dan 13 berturut-turut merupakan sepur lurus dan sepur belok pemberhentian KRL tersebut untuk arah Bogor. Selain itu, akses peron melalui pintu utama di sisi barat stasiun juga terintgrasi dengan Transjakarta melalui Halte Manggarai.[18] Per 20 Desember 2023, akses penyeberangan sebidang ditutup sepenuhnya, dan loket timur stasiun untuk penumpang KRL dikembalikan ke bangunan cagar budaya.[19]

Sejak pengoperasian KRL Commuter Line, stasiun ini menjadi semakin padat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya jumlah penumpang naik-turun, serta banyak perusahaan restoran dan pertokoan waralaba internasional yang membuka cabang di sini.

Berikut tata letak peron di Stasiun Manggarai beserta layanan kereta komuter yang melayaninya per 20 Desember 2023:[19]

Setelah menjalani perombakan dan renovasi besar-besaran, pada sentuhan terakhirnya, pihak Direktorat Jenderal Perkeretaapian memasang huruf timbul aksesori yang berbunyi "I Love DJKA", yang juga dipasang di Stasiun Matraman. Pemasangan ini menimbulkan kontroversi karena para pengguna jasa KRL Commuter Line mempertanyakan seberapakah kepentingannya pemasangan huruf timbul tersebut. DJKA menganggap bahwa aksesori tersebut hanya berfungsi untuk memotivasi pegawai DJKA agar bekerja lebih giat lagi. Seorang anggota komunitas Anak Kereta (pengguna jasa KRL Commuter Line) menanggapi persoalan ini bahwa DJKA hanya merasa ingin mengapresiasi dirinya sendiri, sementara pengguna jasa terus mengkritik sejumlah kinerja yang harus dievaluasi seperti eskalator yang sering mengalami gangguan.[20][21] Setelah mendapatkan kritikan tajam, huruf timbul yang terpasang di lantai 2 Stasiun Manggarai dicopot pada 22 Februari 2023.[22]

Pada 24 Juni 2022, seorang penumpang KRL Commuter Line terjatuh ke bawah peron. Dikatakan bahwa penumpang tersebut jatuh saat hendak masuk ke KRL 5551 relasi Cikarang—Kampung Bandan di peron jalur 6-7 Stasiun Manggarai. Hal ini memicu kepanikan seluruh penumpang di Stasiun Manggarai mengingat kereta sedang melintas saat korban terjatuh. Beruntung, korban selamat dan segera dibawa ke Pos Kesehatan Stasiun untuk diberikan pertolongan pertama. Setelah ditangani di pos kesehatan dan kondisi kesehatannya dipastikan baik, penumpang itu kembali melanjutkan perjalanan menggunakan KRL.[23]

Pada 8 Juli 2022, dua minggu berselang sejak insiden sebelumnya, seorang anak terperosok ke bawah peron Jalur 6 Stasiun Manggarai saat akan naik KRL TM 6000 New Livery bersama dengan ibunya dan adiknya yang masih kecil. Beruntung anak tersebut langsung diselamatkan oleh Petugas Keamanan Dalam (PKD) diduga anak tersebut terperosok karena penuhnya kapasitas kereta sebagai akibat penyesuaian pascaperubahan rute.[24]

Pada tanggal 12 September 2023, pukul 10.15 WIB, tiang-tiang perancah besi (scaffolding) yang menopang beton untuk pembangunan lantai atas Stasiun Manggarai terindikasi miring atau hampir roboh. Akibatnya, perjalanan Commuter Line Cikarang terhambat.[25]

Pada tanggal 21 Februari 2024, eskalator peron 11/12 jalur Bogor di yang sempat mati, tiba-tiba menyala pada saat kerumunan penumpang hendak menaikinya, hal ini membuat beberapa penumpang terjatuh karena eskalator tersebut bergerak berlawanan arah.[26]

Pada tanggal 17 April 2024, seorang anak kecil dilaporkan terjatuh di antara celah peron Stasiun Manggarai. Insiden ini viral di media sosial setelah video penyelamatan yang dilakukan petugas stasiun beredar.[27]

Stasiun Manggarai digunakan sebagai latar tempat adegan film horor berjudul Kereta Hantu Manggarai (2008) dan Kereta Setan Manggarai (2009). Kedua film tersebut diyakini diadaptasikan dari legenda urban yang beredar di masyarakat sekitar stasiun.[28]

Pintu masuk Stasiun Manggarai, 2020

Tampak depan Stasiun Manggarai dengan papan nama versi baru 2020, April 2021

sedang berhenti di Stasiun Manggarai

Stasiun Manggarai, 2010

KRL JR East seri 205 eks jalur Musashino nomor 205-29F berhenti di Stasiun Manggarai menuju Jatinegara melalui Tanah Abang—Kampung Bandan—Kemayoran

Stasiun Manggarai dengan Papan Nama versi 2017

Papan nama Stasiun Manggarai per April 2021

sedang berhenti di Stasiun Manggarai menuju Bandara Soekarno-Hatta melalui Duri-Batu Ceper, 2021

Adhiprasasta, Muhamad Agra; Noerwasito, Vincentius Totok (2018-03-31). "Pengembangan Stasiun Pusat Regional di Manggarai – Jakarta selatan". Jurnal Sains dan Seni ITS. 7 (1): 14–18. doi:10.12962/j23373520.v7i1.29233. ISSN 2337-3520.

Bendera Belanda (bahasa Belanda: de Nederlandse vlag) adalah bendera triwarna horizontal berwarna merah, putih, dan biru. Desain bendera ini berasal dari varian Prinsenvlag ("Bendera Pangeran") di akhir abad ke-16 yang berwarna oranye-putih-biru, yang berkembang pada awal abad ke-17 sebagai Statenvlag ("Bendera Negara") berwarna merah-putih-biru, bendera angkatan laut dari Dewan Negara Republik Belanda, menjadikan bendera Belanda sebagai bendera triwarna tertua yang masih digunakan.[1][2][3]

Sebagai bendera yang menyimbolkan transformasi dari monarki menjadi republik, bendera ini telah menginspirasi turunan bendera Rusia, dan setelah Revolusi Prancis tahun 1789 mengilhami triwarna dari bendera Prancis yang bergaris vertikal. Kedua bendera ini pada gilirannya memengaruhi banyak bendera triwarna lainnya.[3][4] Selama krisis ekonomi tahun 1930-an, Bendera Prinsenvlag dengan warna oranye-nya mendapatkan popularitas di kalangan sebagian orang. Untuk mengakhiri kebingungan, warna merah, putih, dan biru serta status resminya sebagai bendera nasional Kerajaan Belanda ditegaskan kembali dengan dekret kerajaan pada 19 Februari 1937.[5]

Bendera nasional Belanda adalah bendera triwarna. Fes horizontalnya adalah pita dengan ukuran yang sama dalam warna dari atas ke bawah, merah (secara resmi digambarkan sebagai "merah merona cerah"), putih (perak), dan biru ("biru kobalt"). Proporsi bendera (lebar:panjang) adalah 2:3. Parameter warna bendera ditetapkan pada November 1958 oleh NEN (sebelumnya HCNN) sebagai berikut:[6][7][8]

Setiap pita warna pada bendera Belanda memiliki beberapa simbolisme negara. Pita merah melambangkan keberanian, kekuatan, kegagahan, dan tahan banting; pita putih melambangkan kedamaian dan kejujuran; dan pita biru melambangkan kewaspadaan, kebenaran, kesetiaan, ketekunan, dan keadilan.[9]

Teori lain mengatakan bahwa bendera Belanda memiliki warna-warna ini adalah karena beberapa peneliti menyatakan bahwa warna-warna ini dulunya adalah simbol masyarakat: merah melambangkan rakyat, putih melambangkan gereja, dan biru melambangkan bangsawan.[10]

Pada akhir abad ke-15, ketika sebagian besar provinsi Belanda dipersatukan di bawah Adipati Bourgogne, bendera Salib Bourgogne dari Adipati Bourgogne digunakan untuk ekspedisi gabungan yang terdiri dari sebuah salib silang merah yang menyerupai dua salib, kira-kira -cabang yang dipangkas (diikat), di bidang putih. Di bawah Wangsa Habsburg yang kemudian berkuasa, bendera ini tetap digunakan.

Pada tahun 1568, provinsi di Negeri Rendah memberontak melawan Raja Felipe II dari Spanyol, lalu Pangeran Willem dari Oranye (1533–1584) menempatkan dirinya sebagai pemimpin pemberontakan. Etimologi Wangsa Oranye tidak ada hubungannya dengan asal nama atau warnanya. Penggunaan warna oranye, putih dan biru (bahasa Belanda: Oranje, Wit, Blauw, dari bahasa Prancis Orange, Blanc, Bleu) didasarkan pada seragam Willem dan pertama kali tercatat dalam pengepungan Leiden pada tahun 1574, ketika para perwira Belanda mengenakan pakaian oranye-putih-biru.[11] Penggambaran penuh bendera berwarna pertama kali diketahui muncul pada tahun 1575 (lihat gambar). Di Gent pada tahun 1577, Willem disambut dengan sejumlah alegori teatrikal yang diwakili oleh seorang gadis muda yang mengenakan pakaian oranye, biru dan putih.[12] Referensi pertama untuk bendera angkatan laut dengan warna-warna ini ditemukan dalam ordonansi Kelaksamanaan Zeeland, bertanggal 1587, yaitu tak lama setelah kematian Willem.[11]

Kombinasi warna oranye, putih, dan biru secara umum dianggap sebagai bendera Belanda pertama.[13] Peringatan 400 tahun pengenalan bendera Belanda diperingati di Belanda dengan dikeluarkannya prangko pada tahun 1972.[14] Hal ini didasarkan pada fakta bahwa pada tahun 1572, Watergeuzen (Gueux de mer, "Pengemis Laut"), privatir pro-Belanda menangkap Den Briel atas nama Willem, Pangeran Oranye. Namun, tidak pasti apakah mereka membawa bendera oranye-putih-biru pada peristiwa itu, meskipun mereka pasti mulai menggunakan triwarna oranye-putih-biru agak belakangan di tahun 1570-an. Hal itu kemudian dikenal sebagai Prinsenvlag ("bendera Pangeran") dan berfungsi sebagai dasar untuk bekas bendera Afrika Selatan, bendera Kota New York dan bendera Albany, New York, ketiganya merupakan bekas wilayah kekuasaan Republik Belanda.

Merah sebagai pengganti oranye sudah muncul dari tahun 1596, tetapi mulai marak setelah sekitar tahun 1630. Merah berangsur-angsur menggantikan oranye (1630–60) sebagai tanda perubahan politik dan tumbuhnya disosiasi Republik dari Wangsa Oranye.[15] Tampaknya sebelum tahun 1664, triwarna merah-putih-biru umumnya dikenal sebagai "Bendera Holland" (Hollandsche Vlag); dinamai menurut salah satu provinsi yang memberontak. Pada tahun 1664, Negara Bagian Zeeland, salah satu provinsi pemberontak lainnya mengeluhkan hal ini, dan sebuah resolusi dari Dewan Negara memperkenalkan nama "Bendera Negara" (Statenvlag) yang kemudian dikenal dengan triwarna merah, putih dan biru.[16] Angkatan laut Belanda antara tahun 1588 dan 1630 selalu menampilkan Prinsenvlag, dan setelah tahun 1663 menampilkan Statenvlag, dengan kedua varian bendera tersebut digunakan selama periode 1630–1662.[17]

Bendera trijalur merah-putih-biru yang digunakan Belanda pada abad ke-17 ini dikatakan telah menginspirasi desain bendera Rusia[18] dan bendera Prancis.[19] Pada gilirannya, kedua bendera ini kemudian banyak mempengaruhi bendera-bendera negara lainnya.

Perusahaan Hindia Barat Belanda (GWC)

Bendera Brasil Belanda atau Holandia Baru adalah bendera yang digunakan oleh Vereenigde West-Indische Compagnie (Perusahaan Hindia Barat Belanda) untuk wilayah yang dikuasainya di Brasil sejak tahun 1630 sampai tahun 1654.

Bendera ini terdiri dari tiga garis horizontal dengan warna bendera Republik Tujuh Belanda Bersatu (merah, putih dan biru), monogram di garis tengah, dan mahkota di garis atas yang keduanya berwarna emas. Asal usul monogram ini beserta inisial dan artinya tidak diketahui.

Bendera Pangeran (Prinsenvlag) oranye-putih-biru secara langsung mengilhami bendera bersejarah dan bendera modern di bekas koloni Belanda di Belanda Baru di tempat yang sekarang menjadi Pantai Timur Amerika Serikat. Koloni Belanda Baru menggunakan Statenvlag dari Republik Belanda, dan merupakan salah satu wilayah di bawah kendali Perusahaan Hindia Barat Belanda. Bendera Kota New York, awalnya bernama Nieuw Amsterdam, dirancang dari Prinsenvlag. Selain itu, bendera kabupaten, kota, dan institusi lain di wilayah ini juga dirancang dari Prinsenvlag seperti Albany (awalnya bernama Beverwijck), County Schenectady, New York, dan Kota Jersey.

Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC)

Untuk sebagian besar keberadaan Hindia Belanda, bendera Vereenigde Oost-Indische Compagnie (Perusahaan Hindia Timur Belanda) digunakan. Ketika VOC bangkrut dan secara resmi dibubarkan pada tahun 1800, kepemilikan dan hutangnya diambil alih oleh pemerintah Republik Batavia. Wilayah VOC menjadi Hindia Belanda dan diperluas selama abad ke-19 hingga mencakup seluruh kepulauan Indonesia. Dengan demikian, bendera Republik Batavia dan Kerajaan Belanda digunakan.

Bendera Belanda disebut-sebut sebagai asal muasal dari bendera Indonesia. Untuk melambangkan niat mengusir Belanda, kaum nasionalis Indonesia mengoyak bendera Belanda. Mereka merobek sepertiga bagian bawah bendera, dan memisahkan warna merah dan putih dari warna biru.[24]

Bendera Bintang Fajar atau Bintang Kejora mewakili Nugini Belanda dari 1 Desember 1961 hingga 1 Oktober 1962 ketika wilayah tersebut berada di bawah administrasi Otoritas Eksekutif Sementara PBB (UNTEA). Bendera ini biasa digunakan oleh penduduk Papua Barat termasuk pendukung OPM (Organisasi Papua Merdeka) untuk menggalang dukungan hak asasi manusia dan penentuan nasib sendiri, dan dikibarkan setiap tahun pada tanggal 1 Desember yang bertentangan dengan hukum nasional Indonesia. Bendera ini terdiri dari pita vertikal merah di sepanjang sisi kerekan, dengan bintang putih lima sudut di tengahnya. Bendera tersebut pertama kali dikibarkan pada 1 Desember 1961 dan digunakan hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi administrator wilayah tersebut pada 1 Oktober 1962.

Bendera Republik Boer, Transvaal, Negara Bebas Oranye, Republik Natalia, dan bendera Afrika Selatan dari tahun 1928 hingga 1994 semuanya didasarkan pada bendera Belanda, atau Bendera Pangeran pendahulunya. Ini pada gilirannya adalah bagian dari inspirasi untuk bendera Afrika Selatan saat ini.

Sign-in for free to participate