Fairfield Kuta Selatan

Saya tidak akan menginap di sini lagi jika gratis. Ini bukan hotel bintang 4. Dan tentu saja bukan hotel bintang 5 seperti yang diklaim manajernya. Saya hanya bisa tertawa saat menghadapi banyak masalah selama saya menginap. Saya mencoba 4 kamar yang berbeda: semuanya bermasalah dan yang paling menonjol adalah tempat tidur yang bernoda urin Sarapan yang buruk dengan sedikit pilihan, jus encer yang penuh gula, tidak ada makanan yang diisi ulang. Satu pembuat kopi? Saya harus menunggu 20 menit sebelum menyeduhnya lagi. Jika Anda menginap di sini, sebaiknya Anda tidak datang untuk sarapan setelah pukul 8 pagi kecuali Anda menginginkan pengalaman sarapan terburuk dalam hidup Anda. Musik yang sangat keras di pantai pada akhir pekan hingga setelah pukul 11. Sampah kosong di tepi kolam renang hingga pukul 10 pagi. Tidak ada handuk kolam renang selama beberapa hari. Keamanan yang buruk/tidak ada Pemeliharaan yang buruk Manajemen yang buruk yang tidak mengatasi banyak masalah selama saya menginap. Saya menyerah AC bocor, sudah diperbaiki tetapi tidak dingin Perlengkapan kamar tidak diisi ulang, harus meminta kopi dan tisu toilet beberapa kali. Lampu lemari tidak mau mati. Handuk bernoda. Pintu teras tidak terkunci. Tempat tidur tidak nyaman. Wifi lambat dan kadang-kadang terputus. Saya harus diberi akun IT untuk menggunakannya, dan masih bermasalah. Pusat kebugaran yang sangat kecil. Satu-satunya hal yang baik tentang hotel adalah lokasinya, sesuatu yang tidak dapat dikendalikan oleh manajemen yang kurang baik

Teks AsliTerjamahan disediakan oleh Google

Kamu dapat merasakan menu-menu terbaik dari Nirvana Kitchen Indonesia yang berada pada Jl. Pantai Berawa No.8, Tibubeneng, Kec. Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali 80361

Kemarin, 20 Juni 2023 saya mendapat sebuah info yang cukup mengejutkan. Melalui WA, seorang ibu memberitahukan bahwa anaknya yang selama ini mendapatkan dana ASAK Gregorius (Ayo Sekolah-Ayo Kuliah), sudah menyatakan diri untuk keluar dari Gereja Katolik. Anaknya sudah dibaptis  beberapa waktu yang lalu di salah satu gereja Kristen Protestan. Dari informasi yang saya peroleh ini, sempat saya bertanya lanjut pada ibunya, mengapa begitu gampang tergoda untuk masuk Protestan? Jawaban dari ibunya bahwa itu sudah menjadi panggilan. Panggilan? Saya mencoba merenung sejenak, model panggilan seperti apa yang diterima oleh anaknya itu.

Secara pribadi tentu keputusan ini mengecewakan saya dan teman-teman pengurus ASAK yang selama ini berjuang untuk menyelesaikan pendidikan di sekolah menengah atas. Saya cukup tahu kondisi ekonomi keluarga yang rapuh karena hantaman Covid. Atas kondisi ekonomi yang lemah inilah maka saya memberanikan diri untuk mengikutsertakan anaknya ke ASAK Gregorius. Menurut pengakuan ibunya bahwa ASAK sangat membantu anaknya untuk meringankan beban keuangan keluarga. Jerih payah para pengurus ASAK ini berakhir dengan kekecewaan karena anaknya lebih memilih gereja lain ketimbang Gereja Katolik.

Peristiwa yang dialami oleh salah satu anggota ASAK menggugah saya untuk berdiskusi dengan salah seorang pengurus PSE Paroki Kutabumi. Menurut pantauannya bahwa banyak umat Katolik, sejak pandemi mulai mencari gereja lain (Gereja Kristen Protestan) untuk beribadah. Tak hanya kegiatan doa dan ibadah saja yang dicari tetapi juga tawaran bahan kebutuhan pokok menjadi sebuah daya tarik tersendiri. Cukup banyak orang Katolik tetap bertahan sebagai umat Katolik tetapi juga mengikuti kegiatan di gereja Prostestan. Mereka bermain “dua kaki” untuk mendulang bahan kebutuhan hidup. Dari obrolan ini memunculkan sebuah pertanyaan. Begitu gampangnya orang Katolik berpindah ke agama lain  hanya karena diiming-iming sembako dan kebutuhan lain?

Dari penuturan lepas dengan beberapa orang, banyak orang, baik Katolik maupun Kristen Protestan menganggap sama antara kedua agama ini. Pemahaman yang minim ini akan memberikan dampak yang kurang baik pada penerapan hidup keagamaan. Apa bedanya antara agama Katolik  dan Kristen Protestan?

Harus dipahami perbedaan mendasar secara teologis antara Katolik dan Protestan. Marthin Luther (1483-1546) menjadi tokoh penting karena berhasil memisahkan diri dengan  Gereja Katolik dan mendirikan gereja sendiri. Beberapa catatan sederhana ini mungkin membantu pembaca untuk memahami perbedaan mendasar dan tidak lagi memandang sama kedua agama ini.***(Valery Kopong)